Didukung dengan perkembangan teknologi, layanan asuransi berbasis teknologi atau insurtech dapat menjadi salah satu cara untuk melakukan penetrasi terhadap segmen pasar yang net-savvy. Kesempatan ini tentu harus didukung dengan regulasi yang dapat mendorong kedua industri untuk bisa saling melengkapi dan memberikan perlindungan yang maksimal bagi masyarakat di Indonesia.
Pada dasarnya, industri asuransi di Indonesia semakin tertarik untuk belajar dan menggabungkan teknologi baru ke dalam proses bisnis mereka, seperti yang ditunjukkan oleh tingginya persentase perusahaan perasuransian yang sudah mulai menggabungkan teknologi digital ke dalam proses pemasaran dan operasional mereka. Perusahaan asuransi mulai mengarah pada pengembangan distribusi lewat digital. Saat ini, beberapa perusahaan memang baru mulai mengembangkan yang sederhana seperti pemanfaatkan jejaring sosial media dan penyegaran website yang lebih menarik. Di masa mendatang, beberapa pelaku asuransi yang sudah advance bahkan dapat merubah underwriting landscape-nya dengan penggunaan Artificial Intelligent, Big Data, Blockchain dan Automated Underwriting.
Sayangnya, di tengah geliat industri asuransi untuk mengembangkan teknologi, insurtech masih terkendala regulasi yang belum mengatur secara komprehensif. Alhasil, industri ini masih tertinggal dibandingkan bisnis sektor lain dalam kategori fintech lainnya seperti peer to peer lending, e-payment dan kredit online.
Perusahaan insurtech selama ini masih mengenakan tanda tangan basah dan materai dalam perjanjian antara perusahaan insurtech dengan nasabahnya. Penggunaan tanda tangan basah dan materai tersebut dinilai tidak lagi efisien bagi industri insurtech.
Dokumen dalam bentuk cetak tersebut menghambat inovasi dari industri ini yang layanannya berbasis internet. Padahal dengan menggunakan layanan digital justru memudahkan masyarakat mengkases layanan asuransi. Dokumen cetak yang saat ini masih diterbitkan perusahaan insurtech salah satunya adalah ikhtisar polis asuransi. Dokumen tersebut berisi perjanjian antara perusahaan dengan nasabah.
Regulasi mengenai dokumen polis asuransi digital sebenarnya sudah diizinkan regulator untuk diterbitkan. Ketentuan tersebut tercantum dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 23 Tahun 2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi.
Dalam Pasal 21 ayat (1) POJK 23 Tahun 2015 menyatakan Polis Asuransi diterbitkan dalam bentuk hard copy atau digital/elektronik. Penerbitan dokumen polis asuransi tersebut dapat dilakukan harus dengan persetujuan pemegang polis, tertanggung atau peserta. Sayangnya, masih ada penilaian dari pelaku usaha bahwa polis asuransi digital masih belum memiliki payung hukum, sehingga menimbulkan keraguan pelaku usaha menerbitkan polis asuransi digital ini.
Dunia akan berubah, dan industri jasa termasuk jasa keuangan asuransi harus memiliki model bisnis yang cepat, efektif dan efisien. Pada akhirnya kompetisi akan menunjukkan bahwa customer satisfaction harus sesuai dengan customer need.
Apakah asuransi sama dengan investasi?
Anggapan yang menyatakan bahwa asuransi adalah investasi haruslah diluruskan. Sekali lagi, asuransi bukan merupakan salah satu instrumen investasi. Asuransi merupakan sebuah produk yang berguna untuk melindungi diri dari segala macam kerugian finansial ketika terjadi musibah.Asuransi dibutuhkan untuk memberikan perlindungan ketika misalnya seseorang sakit, mengalami kecelakaan, dan bahkan meninggal. Definisi dan juga pemahaman itu lah yang saat ini mestinya diberikan oleh para perusahaan asuransi kepada banyak masyarakat Indonesia di segala lapisan, baik masyarakat menengah hingga bawah sekalipun.
Segala macam hal itu yang kemudian harus dijadikan pertimbangan oleh masyarakat Indonesia untuk segera memiliki asuransi, baik bagi dirinya sendiri maupun keluarganya. Tanpa kesadaran itu, segala upaya edukasi dan penetrasi dari perusahaan asuransi, bahkan pemerintah sekalipun tidak akan membuat persentase masyarakat yang memiliki asuransi mengalami peningkatan.
Adakah inovasi Perusahaan Asuransi di Indonesia?
Dalam perkembangannya, keberadaan perusahaan asuransi di Indonesia kini jumlahnya sangat banyak. Sayangnya, keberadaan perusahaan asuransi tersebut tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat Indonesia tentang pentingnya kepemilikan asuransi.Padahal, perusahaan-perusahaan asuransi itu kini sudah mengemas secara kreatif produk-produknya. Hal itu dilakukan agar semua masyarakat dari berbagai macam kalangan bisa memiliki produk asuransi mereka.
Salah satu contohnya adalah saat ini ada perusahaan asuransi yang menawarkan produk asuransi demam berdarah hanya dengan premi sangat murah, yakni Rp50.000 per tahun. Hal itu bisa dimaklumi karena demam berdarah adalah salah jenis penyakit yang banyak terjadi di Indonesia sehingga kebutuhan terhadap perawatannya pada masa depan akan semakin tinggi.
Dengan adanya produk-produk asuransi yang semakin inovatif seperti asuransi demam berdarah tersebut, maka asuransi kini bukan menjadi sebuah hal yang eksklusif bagi kalangan tertentu. Semua orang bisa memiliki asuransi sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka. Langkah inovasi itu sendiri patut diapresiasi sebagai salah satu cara perusahaan asuransi untuk lebih mendekatkan diri ke masyarakat Indonesia.
Tips Sebelum Memilih Perusahaan Asuransi
Banyaknya perusahaan asuransi yang ada di Indonesia tentunya membuat kamu kesulitan harus memilih mana yang terbaik. Penawaran keuntungan yang hampir sama di setiap perusahaan asuransi menjadikan pemilihan perusahaan asuransi itu sendiri sebagai perkara yang memerlukan segala macam pertimbangan.Namun demikian, kamu tidak perlu khawatir dan bimbang karena di bawah ini merupakan 4 tips yang bisa kamu praktikkan sebelum memilih perusahaan asuransi.
- Terdaftar di OJK
- Perusahaan Telah Berdiri Lama dan Punya Reputasi Baik
- Memiliki RBC di atas 120%
- Premi Terjangkau
0 Response to "Asuransi Indonesia di Bidang Teknologi dan Era Digital"
Posting Komentar